Alhamdulillah Kami Berdua Merasakan Nikmatnya Jadi Bagian Keluarga Besar KAGAMA: Ikang & Marissa

Alhamdulillah Kami Berdua Merasakan Nikmatnya Jadi Bagian Keluarga Besar KAGAMA: Ikang & Marissa
Alhamdulillah Kami Berdua Merasakan Nikmatnya Jadi Bagian Keluarga Besar KAGAMA (Keluarga Besar Alumni Gadjah Mada): Ikang Fawzi & Marissa Haque

Wisuda Ikang Fawzi & Marissa Haque dari FEB UGM, 2011

Wisuda Ikang Fawzi & Marissa Haque dari FEB UGM, 2011
Wisuda Ikang Fawzi & Marissa Haque dari FEB UGM, 2011

Tugu Yogyakarta, Vote Hanafi Rais-Tri hardjun, No 2, PAN Yogyakarta dalam Ikang Fawzi Marissa Haqu

Tugu Yogyakarta, Vote Hanafi Rais-Tri hardjun, No 2,  PAN Yogyakarta dalam Ikang Fawzi Marissa Haqu
Tugu Yogyakarta, Vote Hanafi Rais-Tri hardjun, No 2, PAN Yogyakarta dalam Ikang Fawzi Marissa Haque

Keunggulan Artis PAN Mendominasi Perpolitikan Nasional Indonesia, 2009: Ikang Fawzi & Marissa Haque

Keunggulan Artis PAN Mendominasi Perpolitikan Nasional Indonesia, 2009: Ikang Fawzi & Marissa Haque
Keunggulan Artis PAN Mendominasi Perpolitikan Nasional Indonesia, 2009: Ikang Fawzi & Marissa Haque

FEB UGM & FISIP UI, Ikang Fawzi, Isabella Fawzi, Marissa Haque, Chikita Fawzi

FEB UGM & FISIP UI, Ikang Fawzi, Isabella Fawzi, Marissa Haque, Chikita Fawzi
FEB UGM & FISIP UI, Ikang Fawzi, Isabella Fawzi, Marissa Haque, Chikita Fawzi

Ikang Fawzi Kasihku Kampanye untuk Hanafi Rais di Yogyakarta, Marissa Grace Haque Fawzi.

Ikang Fawzi  Kasihku Kampanye untuk Hanafi Rais di Yogyakarta, Marissa Grace Haque Fawzi.
Ikang Fawzi Kasihku Kampanye untuk Hanafi Rais di Yogyakarta, Marissa Grace Haque Fawzi.

Marissa Haque Fawzi Penggemar Baru Hanum Rais, 2011

Marissa Haque Fawzi Penggemar Baru Hanum Rais, Kapan Kita duet Bermain Piano Bersama ya Hanum?

Selasa, 13 Desember 2011

Kamis, 15 September 2011

Ditengah Kerumuman Pendukung, Vote Hanafi Rais-Tri hardjun, No 2, PAN Yogyakarta dalam Ikang Fawzi Marissa Haque









Kalau melihat dukungan yang tinggi, kelihatannya insya Allah bisa menang ya Mas Hanafi Rais? May Allah bless you always...





Keunggulan Artis PAN Mendominasi Perpolitikan Nasional Indonesia: Ikang Fawzi & Marissa Haque




Keunggulan Artis PAN Mendominasi Perpolitikan Nasional Indonesia: Ikang Fawzi & Marissa Haque

Hanafi Rais Peduli Pertanian Terpadu Berkelanjutan: Marissa Haque Fawzi



Sebagai 'anak' IPB, ada hal yang mengharukan rasanya tertangkap oleh inderaku. Bahwa anak tertua Pak Amien Rais tersebut juga peduli sekali pada pertanian. Semoga selamanya demikian ya?

Karena belakangan ini trend yang terjadi adalah para lulusan fakultas pertanian malah mengurus yang ndak ada sangkut pautnya dengan pertanian itu sendiri. Semisal ada yang jadi wartawan dan malah sebagian besar jadi bankers. Duh!

Menang atau Kalau Memang Harus Legowo, Asal Semua Berlaku Jujur: Ikang dan Marissa




Dalam Setiap Pertandingan

Memang harus diakui bahwa dalam setiap pertandingan degdegan itu pasti akan selalu ada. Namun mintalah semuanya yang terbaik hanya menurut Allah SWT. Just do the best ya Mas Hanafi yang baik... and Allah will do the rest! Allahu Akbar!

Amien Minta Hanafi Rais Tak Sedih Jika Kalah Pilwali Yogya; dalam Ikang Fawzi & Marissa Haquea




Laporan Reporter Tribun Jogja, Obet Doni Ardianto

TRIBUNJOGJA.COM, KLATEN - Sebagai seorang ayah yang peduli dengan anaknya, pasti dia akan mendukung setiap sepak terjang anaknya dalam mengambil keputusan. Dukungan tersebut dapat berupa doa maupun pesan-pesan dalam mengambil langkah untuk keputusan yang dipilih. Hal ini pula yang dilakukan Amien Rais kepada anaknya, Hanafi Rais, yang running Pilwali Yogyakarta 2011.


"Saya, dan juga ibunya, berpesan jika Hanafi sudah mantap dengan keputusannya maka iklaskanlah niat dalam Pilwali Yogyakarta 2011. Selain itu, harus siap kalah. Siap kalah berarti tidak boleh sedih atau nglokro, dan harus bangkit lagi," tutur mantan ketua umum DPP PAN tersebut di sela-sela peresmian Gedung Administrasi Pusat RS PKU Muhammadiyah Delanggu, Klaten, Jateng, Jumat (22/4/2011) siang.

Jika Hanafi berhasil menjadi wali kota Yogyakarta, Amien mengingatkan supaya anaknya harus menjalankan tugas-tugas sebagai wali kota sebaik-baiknya. Di sisi lain, dia juga tidak boleh melupakan, bahkan harus melanjutkan prestasi yang telah dibuat wali kota sekarang, Herry Zudianto, yang berangkat dari PAN dan menjabat dua periode.

Selain itu, tambah Amien, Hanafi juga harus memahami bahwa menjadi wali kota sama halnya menjadi bapak bagi masyarakat Yogyakarta. "Masyarakat Yogyakarta merupakan masyarakat yang majemuk, baik dari segi agama maupun etnis. Saya berharap dia bisa menjadi payung yang mengayomi dan merangkul seluruh masyarakat, dan tidak boleh bersikap tebang pilih," tegas mantan ketua MPR RI ini.

Amien juga berpesan agar Hanafi dapat memanfaatkan ilmunya sebagai lulusan Universitas Gadjah Mada dengan sebaik-baiknya untuk mendukung langkahnya dalam pilwali. "Jangan lupa juga mendengarkan berbagai masukan dari siapapun untuk kebaikan pekerjaannya nanti," imbuhnya.

Mengenai sosok calon pendamping Hanafi, sebagai calon wakil wali kota, Amien tak berkomentar banyak. "Kalau yang saya dengar yang terakhir itu, dia mungkin mengambil salah satu tokoh birokrasi yang sudah memiliki jam terbang tinggi, supaya memudahkan pelaksanaannya menjadi wali kota nanti," ucap Amien, mantan ketua umum PP Muhammadiyah yang menjabat ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) DPP PAN.

Walikota Herry Zudianto Mendukung Hanafi Rais: dalam Ikang Fawzi dan Marissa Haque



Herry Zudianto Restui Hanafi Rais
Laporan Reporter Tribun Jogja,Rina Eviana

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Wali Kota Yogyakarta, Herry Zudianto, (HZ) mengatakan Hanafi Rais (HR) telah meminta restu padanya untuk melanjutkan kepemimpinannya yang telah berlangsung 10 tahun. Herry pun menjawab, akan merestui putra sulung Amin Rais tersebut jika dirinya siap menjadi pelayan masyarakat, bukan sekedar mengejar kemuliaan.

Hal itu diungkapkan Herry Zudianto pada acara Malam Anugerah Tembang Kenangan untuk Kang Herry dan Kota Jogja, di Purawisata, Yogyakarta, Selasa (26/4/2011) malam. Herry juga berpesan kepada Hanafi, jika akan maju Pilkada 2011 mendatang, harus diniati dengan bismillah. " Menjadi wali kota itu tidak untuk mengejar kemuliaan. Tapi harus jadi pelayan masyarakat. Harus jadi orang tua, bisa ngemong dan bergaul dengan semua," katanya.

Dalam acara tersebut Herry Zudianto mendapatkan penghargaan dari Guyub Jogja dan Hanafi Rais Center berupa keris pamor udan riris. Penghargaan itu diserahkan Hanafi Rais.

"Saya sangat trenyuh dan terharu. Sekitar 50 penghargaan nasional sudah saya terima dan juga untuk semua. Masih banyak yang harus dilanjutkan untuk Yogyakarta kedepan," ucap Herry.

Hanafi Rais saat menyerahkan keris tersebut mengatakan, Kota Yogya semakin maju berkat kepemimpinan Herry Zudianto. Adapun keris pamor yang diserahkan kepada Wali Kota sebagai perlambang pemimpin yang membawa kesejahteraan rakyat.

Editor : junianto

"Walikota Herry Zudianto Mendukung Hanafi Rais, dalam Ikang Fawzi dan Marissa Haque"

Ironis, Gamelan Dan Keroncong Masuk dalam Kurikulum Negara Lain




Oleh : Nanok Triyono | 13-Mei-2011, 08:13:22 WIB

Sumber: http://hanafiraiscenter.blogspot.com/2011/05/ironis-gamelan-dan-keroncong-masuk.html#more


KabarIndonesia - Berbicara pendidikan di Indonesia selalu dihadapkan dengan kompleksitas permasalahannya, entah itu dari sisi sosial, ekonomi, budaya, geografis, sumber daya manusia, bahkan sampai kepdulian akan pendidikan masih minim. Sekedar melihat kembali bahwa kurikulum di Negara kita mengalami perubahan sejak kurikulum tahun 1947 (rencana pendidikan) sampai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pergantian tersebut juga masih belum tertuju dengan tepat.

Dalam kurikulum sekarang terdapat mata pelajaran Seni Budaya, yang secara lengkap mempelajari dan mengenalkan semua budaya Negara kita. Pelajaran ini paling tidak memiliki aspek yang diharapkan, baik dari pengenalan budaya sampai bagaimana peserta didik menyikapinya terutama mempraktekannya. Jika kita melihat sudut pandang kompleksitas permasalahan kurikulum, aspek tersebut banyak yang tidak kena sasaran, terutama dalam hal pengadaan fasilitas bahkan sumber daya manusianya juga terkadang kurang memahami.

Seni Budaya sudah terdapat mulai dari tingkat sekolah dasar, menengah, atas dengan program yang berbeda pula. Beberapa kelemahan yang terjadi yakni kurangnya pemantapan program dalam seni budaya itu sendiri, sejauh pengamatan pendidikan di negara ini sekolah yang benar-benar memiliki fasilitas dan kompetensi untuk mengangkat Seni Budaya Indonesia masih saja kurang.

Beberapa tahun yang lalu sempat terjadi konflik mengenai seni dan budaya Indonesia oleh negara luar, sebut saja Malaysia yang mengklaim batik, dan Reog Ponorogo sebagai kebudayaan milik mereka.

Konflik tersebut terjadi karena apresiasi baik dari pemerintah dan masyarakat sangat minim mengenai seni budaya. Pemerintah kurang memperhatikan pelestarian budaya, terutama dalam pendidikan, masyarakatpun sudah banyak menganggap mempelajari seni dan budaya asli kita adalah hal kuno. Beberapa faktor tersebut menjadikan pola kurikulum dalam menjaga seni dan budaya Indonesia ikut terpengaruh.

Banyak sekolah yang menomorduakan mata pelajaran seni budaya, yang jika dipahami pelajaran ini sungguh memberikan kebanggaan tersendiri. Evaluasi pendidikan pun tidak mengenalkan kurikulum ini baik ketika tes atau ujian akhir. Dalam beberapa decade terakhir ini, Amerika dan Malaysia mengamati kemajuan kesenian Indonesia yakni gamelan dan music keroncong. Dua kesenian asli milik bangsa kita yang benar-benar dihargai di negara Lain.

Amerika memasukkan kurikulum gamelan dalam tingkatan taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, bahkan ketika masuk perguruan tinggi mahasiswa harus mengenal gamelan dengan baik. Mereka diajarkan untuk bermain gamelan walaupun tidak secakap orang Indonesia. Banyak orang Indonesia yang bangga karena gamelan masuk dalam kurikulum Amerika, tetapi mereka tidak sempat berpikir bahwa ironis sebenarnya ketika gamelan tidak masuk dalam kurikulum pendidikan walaupun beberapa sekolah sudah mulai memfasilitasi gamelan ini.

Malaysia mulai memasukkan kurikulum keroncong dalam pendidikannya. Negera tetangga itu sedang giat-giatnya mempromosikan keroncong melalui televisi, radio, dan kurikulum pendidikan. Jika kita simak di Indonesia, apresiasi keroncong minim sekali bahkan kurikulumpun juga minim sekali mengenalkan dan memperlajarinya. Pemerintah sebenarnya mampu mengatasi hal ini asalkan ketika kurikulum ini dimunculkan, maka pemerintah juga harus memikirkan masalah fasilitas dan pengajarnya, bahkan kalau bisa kurikulum ini masuk dalam evaluasi pendidikan peserta didik.

Ironis sekali ketika mendengar gamelan dan keroncong dimasukkan dalam kurikulum pendidikan di luar negeri sedangkan Negara kita sendiri acuh terhadap pelestariannya. Tidak salah apabila banyak seni dan budaya kita mendapat klaim dari Negara lain, karena di negara kita sendiri apresiasinya sangat kurang.

Seniman tidak bisa berkembang apabila tidak didukung pemerintah karena hal ini menyangkut kinerja yang harus didukung banyak pihak, jangan sampai anak cucu kita kelak tidak mengenal sedikitpun tentang gamelan dan keroncong. Gamelan dan keroncong adalah milik Indonesia dan perkembangannya harus lebih pesat di Negara sendiri. Pemerintah harus lebih memperhatikan seni dan budaya sendiri untuk anak dan cucu kelak. (Nanok Triyono, S.Pd)


Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/
Alamat ratron (surat elektronik): redaksi@kabarindonesia.com
Berita besar hari ini...!!! Kunjungi segera:
www.kabarindonesia.com

Dua Jempol dari Ikang dan Marissa: Hanafi Rais Ambil S3 untuk Jadi Walikota Jogja



http://grelovejogja.wordpress.com

http://politik.kompasiana.com/2010/10/05/hanafi-rais-ambil-s3-untuk-jadi-walikota-jogja/

Selain hiruk pikuk pembahasan RUU Keistimewaan Yogyakarta yang salah satu tema sensitifnya adalah bagaimana Gubenur DIY akan dipilih, ada wacana hangat yang perlu dicermati oleh para pengamat politik di seluruh Indonesia. Apa itu? Tak lain dan tak bukan, majunya Achmad Hanafi Rais, S.IP. M.A sebagai Calon Walikota Yogyakarta pada Pilkada Jogja yang akan digelar tahun 2011 nanti.

Mengapa keterlibatan Hanafi Rais begitu menarik? Pertama, beliau adalah putra sulung Prof. Dr. Amien Rais, tokoh nasional sekaligus tokoh reformasi 1998. Dari sisi ini kita bisa melihat bagaimana Pak Amien sedang melanjutkan membangun Dinasti Politik Baru setelah berhasil mendudukkan Ahmad Mumtaz Rais sebagai anggota DPR RI pada Pileg 2009 yang lalu. Bagi pengamat politik, langkah taktis yang dilakukan oleh Pak Amien ini tentu menjadi kajian menarik jika melihat fenomena pembangunan dinasti politik juga dilakukan oleh tokoh-tokoh nasional yang lain seperti SBY dan Megawati.

Kedua, majunya Hanafi sebagai Calon Walikota akan menjadi inspirasi bagi banyak anak-anak muda di Indonesia untuk berani terjun langsung pada politik praktis untuk melakukan sebuah perubahan. Artinya, kesuksesan Hanafi nantinya bisa gelombang besar kemunculan anak-anak muda Indonesia untuk tampil sebagai pemimpin-pemimpin baru di negeri ini baik dalam scop daerah, regional maupun nasional. Karena potensi generasi baru Indonesia telah tampak lewat perhatian serius mereka pada persoalan-persoalan negara baik kiprah mereka di dunia akademis, NGO, ataupun dunia bisnis dan birokratis. Kita bisa menemukan tulisan-tulisan berbobot yang dipublikasi oleh media-media nasional dan kitapun pernah melihat mereka tampil di televisi-televisi nasional.

Hanafi adalah putra sulung yang sangat dinanti-nantikan oleh Pak Amien dan Ibu selama 10 tahun. Menurut cerita yang disampaikan oleh rekan-rekan saya yang dekat dengan Pak Amien, konon Istri Pak Amien sudah divonis tidak bisa punya anak oleh Dokter-Dokter di AS karena setelah melakukan pemeriksaan medis ditemukan kelainan reproduksi yang membuat beliau tidak bisa memiliki keturunan. Pak Amien yang terkenal sebagai santri saat itu marah besar. Tak percaya dengan ucapan par dokter itu, beliaupun memilih jalan spiritual. Maka setelah vonis menyakitkan itu Pak Amien berangkat ke Tanah Suci untuk umrah. Di Multazam beliau menangis kepada Allah. Manusia dengan kecanggihan ilmu pengetahuannya memang bisa menjudge seseorang tak bisa memiliki keturunan. Tapi kuasa Allah melebihi segalanya. Hingga selang beberapa bulan kemudian, Istri Pak Amien hamil dan melahirkan putra pertama di Chicago AS pada tahun 1979 yang diberinama Achmad Hanafi Rais.

Hanafi Rais masuk di UGM tahun 1998 dan lulus wisuda tanggal 19 Agustus 2003. Setelah itu beliau melanjutkan S2 di National University of Singapore dengan mengambil prodi Politik Internasional. Pada saat menjadi mahasiswa Hanafi tidak terlalu menonjol sebagai aktivis meskipun beliau termasuk pengagas kembali eksistensi Ikatan Mahasiswa Muhamamdiyah di UGM setelah mati suri selama beberapa tahun. Tapi kemampuan akademis dan bahasa Inggris Hanafi boleh diacungi jempol. Beberapa kali mendengarkan beliau memberikan ceramah, penulis menilai beliau memiliki kemampuan intelektual yang mumpuni.

Dalam pengakuannya yang penulis dengar sendiri, Hanafi Rais benar-benar serius maju sebagai calon Walikota Jogja pada Pilkada Jogja 2010. “Saya ambil S3 untuk menjadi Walikota Jogja“. Bukan S3 pada program doktoral, tapi Sungguh Sangat Serius untuk mencalonkan diri. Dan salah satu bagian dari keseriusan itu adalah sudah mulainya beliau melakukan safari politik ke berbagai komunitas. Salah satu segmen potensial yang dilirik oleh Hanafi adalah komunitas orang Minang yang ada di Jogjakarta. Sampai-sampai Pak Amien Rais turut membersamai Hanafi dalam safari ini.

Banyak dugaan yang mengatakan Prof. Amien Rais berdarah Minang. Saya masih ingat ketika seorang teman, Qusthan Abqary (Direktur Lembaga Seni dan Budaya PB. HMI MPO) bercerita tentang curhatan Ibunda Pak Amien, persis ketika PRRI sedang bergejolak. “Kalau Natsir menang, kita sekeluarga akan pindah ke Sumatera Barat…”. Begitu ungkapan beliau kepada Pak Amien yang saat itu masih berusia belasan tahun. Dugaan Pak Amien punya darah keturunan Minang semakin kuat ketika melihat sikap keras, egaliter dan demokratisnya yang berbeda dengan karakter umum orang Jawa. Bahkan kemarin (Ahad, 3 Oktober 2010) ketika menghadiri safari politik menghadiri acara syawalan Sulit Aia Sakato di Asrama Gunuang Merah, Pak Amien sempat bercerita bahwa dirinya dulu pernah bercita-cita menjadi Walikota Solok, sebuah kota kecil di Sumatera Barat yang dekat dengan kampung Mohammad Natsir (Alahan Panjang). Selain itu, Hanafi yang ternyata mempersunting gadis Minang, Astriani Karnaningrum (lulusan Kedokteran Gigi UGM), punya nilai lebih sebagai “Urang Sumando“.

Pilihan Hanafi untuk mendekatkan diri dengan Keluarga Besar Minang Yogyakarta memang strategi politik cerdas. Paling tidak ada 3 alasan yang bisa penulis kemukakan. Pertama, banyak orang Minang di Jogja memegang posisi-posisi penting terutama di sektor bisnis dan pendidikan. Kedua, jumlah orang Minang di Jogjakarta cukup signifikan sebagai lumbung suara. Diperkirakan ada 10 ribuan orang Minang yang menetap di Jogja. Potensi suara itu semakin besar apabila para saudagar Minang yang memiliki banyak karyawan dan keluarga-keluarga Minang yang sudah berbesanan dengan penduduk asli Jogja ikut terlibat aktif untuk mempromosikan Hanafi. Ketiga, nuasan primordial orang Minang masih sangat kental, sehingga kehadiran Mas Hanafi sebagai “Urang Sumando” bisa menjadi ikatan emosional tersendiri yang bisa digiring pada dukungan politik.

Namun, sebagai politisi muda Hanafi juga harus melihat sisi lain dari orang Minang. Meskipun telah diterima dengan tangan terbuka oleh beberapa tokoh Minang, sangat bisa dipastikan gejolak penolakan pasti akan dihadapi. Karena orang Minang yang egaliter punya pertimbangan dan selera yang berbeda-beda. Sehingga jangan terlalu berharap terlalu besar dengan upaya pembujukan lewat sumbangan Rp. 35 Juta untuk penyelenggaraan Halal Bi Halal Orang Minang Se-Jogja yang akan dilaksanakan tanggal 9 Oktober besok. Pengalaman Pak Jusuf Kalla pada Pilpres 2009 kemarin bisa bukti nyata bahwa kehadiran sebagai “Urang Sumando” dan “sumbangan materiil” tidak menjadi jaminan diperolehnya dukungan dari orang Minang. Pak Jusuf Kalla kalah telak di kampung istrinya sendiri. Pasangan JK-Win hanya meraih 22,6 persen atau 38.795 suara. Sangat jauh dibanding perolehan pasangan SBY-Boediono yang mencapai 127.769 suara atau 74,3 persen. Padahal sewaktu menjabat sebagai Wakil Presiden banyak jalan-jalan dan infrastruktur yang dibangun di Tanah Datar atas lobi-lobi Pak JK di pemerintahan. Tapi jasa Pak JK terlupakan begitu saja, menguap seiring pesona dan senyum manis SBY.

Satu hal lagi yang mesti diketahui oleh Mas Hanafi adalah pendekatan yang dilakukan terhadap beberapa pengurus Keluarga Besar Minang Yogyakarta (KBMY)bisa menjadi blunder melihat sepakterjang tokoh-tokoh itu. Beberapa sumber menyebutkan lengsernya Dr. Rachmat Ali (yang saat ini menjabat Ketua Umum KBMY) dari kursi Direksi Utama Koran Kebanggaan masyarakat Jogja KEDAULATAN RAKYAT, sangat erat kaitan dengan aksi tampang diri berlebihan (hampir setiap hari foto beliau atau keluarga beliau selalu menghiasi halaman koran Kedaulatan Rakyat) dan penyerahan dana bantuan Gempa Sumbar 2009 yang berjumlah sekian miliyar diindikasi bermuatan politis karena diserahkan kepada salah seorang kandidat yang akan maju dalam Pilgub Sumbar kala itu, sehingga membuat petinggi-petinggi Kedaulatan Rakyat yang lain termasuk Pak Idham Samawi (Mantan Bupati Bantul) kebakaran jenggot hingga memutuskan melengserkan Pak Rachmat Ali dari kursi Direksi Utama yang baru didudukinya beberapa bulan. Perlu Mas Hanafi ketahui, tokoh-tokoh yang Mas Hanafi temui dalam pertemuan tadi malam adalah orang-orang yang terlibat dalam penyaluran bantuan pembaca Kedaulatan Rakyat yang dicurigai bernuansa politis itu. Artinya, upaya merapat kepada bapak-bapak yang terhormat itu bisa menjadi bumerang tersendiri karena konflik terjadi di Kedaulatan Rakyat bisa membuat apatis tokoh-tokoh lokal Jogjakarta yang pada akhirnya membuat Mas Hanafi kehilangan suara yang signifikan.

Sebenarnya saya pribadi sih percaya dengan kapabilitas Mas Hanafi untuk memimpin Jogja 5 tahun ke depan. Tapi minimnya pengalaman, tak terlalu terkenal sebagai aktivis saat jadi mahasiswa, dan safari-safari yang tidak melihat situasi lebih mendalam bisa menjadi bumerang yang berakibat pada kekalahan. Btw, sukses untuk Mas Hanafi. Kalau KTP Jogja saya yang akan habis tahun 2012 tidak berubah sampai pencoblosan, insya Allah saya akan memilih Mas Hanafi ketika pemungutan suara dilakukan.

"Ikang Fawzi & Marissa Haque: Selamat Hari Ulang Tahun Mas Hanafi Rais, Semoga Menang di Hati Rakyat Yogyakarta"




Sunday, 11 September 2011 09:12

Tegaskan Ora Golek Balen
Fitri Bertekad Jadi Talang Garing

Sumber: http://www.radarjogja.co.id/berita/utama/21917-tegaskan-ora-golek-balen.html

JOGJA - Pasangan calon (paslon) nomor urut 2 Ahmad Hanafi Rais dan Tri Harjun Ismaji kemarin (10/9) mendapatkan giliran melakukan kampanye terbuka. Paslon yang membuat akronim Fitri itu kembali menegaskan tak akan mengambil gajinya selama menjadi wali kota dan wakil wali kota.

Kampanye terbuka Fitri ini menghadirkan sejumlah tokoh. Bahkan, mereka juga mendatang artis Marissa Haque dan Ikang Fawzi. Pasangan mantan artis nasional tersebut menghibur pendukung Fitri di Purawisata, Lapangan Sidokabul, dan Lapangan Karang Kotagede.

Aksi kampanye di Lapangan Karang diawali orasi anggota DPRD DIJ Arif Noor Hartanto. Dia mengajak seluruh warga yang hadir tak sekadar menyoblos kartu suara. Tapi, mereka juga harus mempertimbangkan kondisi Kota Jogja lima tahun ke depan.

“Pilih calon wali kota yang benar-benar memiliki komitmen bebas korupsi dan menyejahterakan rakyatnya,” ujar politisi yang akrab disapa Inung itu, saat berorasi.
Orator selanjutnya adalah Koordinator Gerakan Rakyat Jogja (GRJ) Gazali. Salah seorang penggerak gerakan pro penetapan ini meminta seluruh masyarakat untuk berjuang bersama-sama mempertahankan keistimewaan Jogjakarta. “Mas Hanafi sudah sejak lama turun mendukung keistimewaan. Jadi, kenapa kita harus bingung dengan status keistimewaan Jogjakarta. Pilih Fitri untuk pro penetapan,” kata Gazali.
Tak berbeda dengan Gazali, mantan Wakil Wali Kota Jogja Syukri Fadholi juga memastikan kepemimpinan Fitri akan menjadikan Kota Jogja lebih baik. “Kenapa saya mundur untuk mendampingi Mas Hanafi? Karena yang menggantikan saya ternyata jauh lebih baik dan tepat,” jelas Ketua DPW PPP DIJ. Pernyataan ini ditujukan kepada Tri Harjun, pendamping Hanafi.

Syukri menyampaikan tiga ajakan kepada masyarakat. Sak kasur, ajak istri atau suami. “Nek ra duwe bojo, ajak bojone tanggane nyoblos nomor 2. Sak dapur, ajak teman-teman semeja makan nyoblos Fitri. Dan, sak sumur, ajak teman-teman yang satu sumur atau tetangga,” terangnya.
Usai ketiga tokoh lokal tersebut, giliran pasangan artis Ikang Fawzi dan Marissa Haque. Mereka mengajak masyarakat memilih Fitri dengan menyanyikan sebuah lagu gubahan Ahmad Dhani. “Tuhan kirimkanlah aku, pemimpin yang paling santun, Hanafi dan Pak Tri”. Masa yang berkumpul di lapangan turut menyanyikannya.

Hanafi kembali meneguhkan tekadnya. Saat berorasi, menegaskan janji Fitri untuk tidak mengambil gaji sebagai wali kota dan wakil wali kota. Fitri akan mengembalikan seluruh penghasilan sebagai wali kota dan wakil wali kota kepada masyarakat.
“Kami juga bertekad menjadi talang garing. Artinya, kami akan mengembalikan seluruh proyek kepada masyarakat, tanpa mengambil sepeser pun. Karena, proyek itu tujuannya memang untuk kesejahteraan masyarakat,” imbuhnya.

Kampanye terbuka kemarin menjadi hari spesial bagi Hanafi. Dia merayakan ulang tahun yang ke-33. Dia pun menerima banyak ucapan dari pendukungnya. (eri)

“Ikang Fawzi & Marissa Haque: Selamat Hari Ulang Tahun Mas Hanafi Rais, Semoga Menang di Hati Rakyat Yogyakarta”

“Contoh Graduation Speech by Rangga Almahendra (Suami Hanum Rais), Friday, March 18, 2011″



September 12th, 2011
Friday, March 18, 2011

Graduation Speech by my husband
Sumber: http://hanumrais.blogspot.com/

Thank you so much; it is really a tremendous honor for me to stand before you, all the distinguished ladies and gentlemen. Allow me to extend my warm greeting to the rector council, professors and all faculty members of WU, His excellency Indonesian ambassador to Austria, family, friends, guests, and of course the very reason of our presence today: the fellow doctoral graduates of March 2011.

Dear my fellow graduates,
I know we are here to celebrate our achievement for our doctoral degree, but let’s take a moment for a while to thank the unspoken heroes of today: our families, parents, husband or wife, brothers or sisters. These are the people who always believe in us, people who are willing to listen to all our problems, our complaints and difficulties. These people are our family whose love and care always encourage us in each and every day. I believe today is not only our own day. This day is theirs too…

So let’s give our warm applause to all of our families.
Unfortunately, my parents aren’t able to come here, as for myself, the journey for being here is much more than taking 10.000 kilometers flight across three great oceans. I remember 3.5 years ago, when I stepped in to this building, I was haunted with deep anxiety and uncertainty. I knew that I have to cope with different languages, different food, different people with different values and different way of thinking. At that time, I wasn’t sure if I could survive another 3 or 4 years to come to finish my PhD.

But today, I must appreciate the tireless effort from all employees and faculty members at WU who helped me throughout the difficult process. Thanks to the commitment from the rector council for increasing the internationality of this university. The number of international students, international partners, and international faculty members are increasing year by year. The ratio of the international faculty will reach to 30 %, and the number of international students has passed to a quarter, which means that every fourth student you meet here is from abroad.

During my study here, I also witness a great transformation of this university. This institution has transformed from a Viennese college of economic and business administration, Wirtschaftsuniversität Wien, into a World-class University, abbreviated as W-U.

So I think we are here today, not only to celebrate our achievement for winning a PhD, but also to sustain an example of the possible success of world class school which holds the spirit of professionalism and equality. Here, we’re showing to break free the tiring debate about race, religion, ethnicity and gender that dominates our politics and newspaper in the last decade.

I’m coming from a third world country called Indonesia. I was born in a very small village, which was no electricity and running clean water; more than half of the people in the village earn less than 1 euro per day. My parents are only medium class civil servants, who never even dared to dream sending their son to study abroad. It’s finally Professor Wolfgang Obenaus who convinced me to come to this prestigious university, in the heart of Europe, using the scholarship from the Austrian government for third world countries.

I am also glad that finally I am allowed to wear ‘Batik’, our traditional clothes today, as I always believe that the graduation committee will embrace diversity. Because they also hold the value of our university, that the single most important factor determining people achievement is not the color of their skin, the religion of their life, it is not who their parents are, or how much money they have. I believe the promise of the education system here. No matter how we look like, whatever our nationality is, or our religion, each of us, should have the chance to achieve our dream, to enjoy the same opportunity.

Dear fellow graduates,
We know that we’re living in a global era. It’s the time where people in Vienna are also competing with people in Shanghai or Mumbai, India. Jobs can be located anywhere in this planet. It’s finally our skill and knowledge that become our global passport. The most valuable things you can sell are skill and knowledge.

Living in this globalization era should make us aware that we are breathing in the same global village. In this village, every belief and value can be found. Insignificant differences can spark into conflict, chaos even war. But I’m sure that everybody in this room won’t let this happen. Because, despite these differences, we share the same hope, same belief that we are connected together as brother and sister from the past.

Driven by this belief, I am also calling on you to be an agent of transformation, who always seeks to make this world a better place to live, a safer place for diversity; as being shown by the great transformation of this university.
Within these few weeks I am flying back to Indonesia…

I’m a Moslem and I will speak loud and clear to the people in my country that I am proud to be part of this great European education institution; where I do not learn about business and economics only, but also about tolerance and respecting each other.

Sooner or later you will also make your own journey. For some of you, the journey ahead will not be easy. But the truth is that none of us knows how the future will look like. What I can tell you for sure is that the future is not someplace we will discover, but rather something we will create.

I believe that we can survive anywhere in this world, because we are the graduates of WU. We were trained with high international standard, by global-minded faculties which hold the spirit of professionalism and tolerance.

Today, we are all proud to receive our doctorate certificate, a reward for our effort that we will treasure for the rest of our life.
But as a famous saying says: the greatest treasures are not those visible to the eye but found by the heart. Knowledge and happiness are the true treasure for a wise man; indeed, tolerance is the real treasure for humanity.

It is my sincere hope that your next journey will take you to the summit of your hope, to the highest peak of your happiness, to the ultimate blessing for humanity.

Again congratulation, have a pleasant journey, and may God always be with us
Thank you.

Vienna, 11th March 2011
Rangga Almahendra

“Contoh Graduation Speech by Rangga Almahendra (Suami Hanum Rais), Friday, March 18, 2011″

Entri Populer